VISI MISI

terdepan dalam prestasi

Selasa, 06 Maret 2012

SISTEM PENDIDIKAN AL -AZHAR


Pendidikan Ponpes Al-Azhar

Pondok Pesantren Al-Azhar (PPA) menganut sistem pendidikan terintegrasi yang merupakan perpaduan dari sistem salaf (tradisional) dan modern. Hal ini tak lepas dari kultur pesantren yang terkenal dengan prinsip المحافظة علي القديم الصالح والأخد علي الجديد الأصلح  (memelihara nilai lama yang baik, dan mengadopsi nilai baru yang lebih baik). Tidak hanya itu, PPA juga mengadopsi sejumlah pola pendidikan yang ada di luar negeri. Seperti kajian kitab kuning yang tidak hanya terfokus pada disiplin ilmu fiqh, nahwu/sharaf, dan ilmu kalam. Tapi juga meningkatkan intensitas kajian tafsir dan hadits dan perangkatnya (ilmu hadits, ushul fiqh, ilmu tafsir, dll).
Secara garis besar kegiatan pendidikan di PPA terbagi menjadi empat. Yaitu, (a) pengajian kitab kuning (كتب التراث), (b) madrasah diniyah (madin), (c) sekolah formal MTs (Madrasah Tsanawiyah) dan MA (Madrasah Aliyah), dan (d) program intensif bahasa Arab.

DAFTAR ISI
  1. Pengajian Kitab Sorogan/Wetonan
  2. Madrasah Diniyah
  3. Tahfidzul Quran
  4. Pendidikan Formal
  5. Membaca Qu’an Tartil
  6. Program Intensif Bahasa Arab
  7. Ekstra Kurikuler Pesantren
  8. Ekstra Kurikuler Sekolah Formal
  9. Biaya Pendaftaran
 
I. PENGAJIAN KITAB SISTEM SOROGAN/WETONAN TAHUN 2011/2012
Pengajian kitab kuning alias kitab klasik menjadi ciri khas Pondok Pesantren Al-Azhar Jombang. Santri yang sudah lulus Wustho II, apalagi Ulya III, hampir dapat dipastikan mampu membaca kitab kuning. Pengajian kitab kuning dilakukan dengan dua cara. Yaitu, (a) dengan sistem sorogan atau wetonan/bandongan dan (b) sistem klasikal di madrasah diniyah (madin).
Adapaun kitab yang dibaca oleh Dewan Pengasuh adalah Kitab Al Umm, Shahih Bukhari, Tafsir Jalalain, Muhadzdzab, Fathul Wahhab, Iqna’, dll.
Berikut jadwal kitab-kitab klasik yang dibaca dalam pengajian sorogan/wetonan oleh Dewan Pengasuh untuk periode tahun 2011/2012.


II. MADRASAH DINIYAH (MADIN)
Madrasah Diniyah atau madin adalah program yang wajib diikuti oleh semua santri baik yang ikut program tahfidzul Quran atau siswa sekolah formal.
Madrasah Diniyah (Madin) Al-Azhar memiliki beberapa jenjang kelas. Yaitu, I’dad I, I’dad II, Ula I, Ula II, Wustho I, Wustho II, Ulya I, Ulya II dan Ulya III.
Kelas I’dad I sampai Ula II kira-kira sama dengan madrasah ibtidaiyah.
Kelas Wustho I dan II sama dengan madrasah diniyah tsanawiyah (SLTP.)
Kelas Ulya I, II dan III sama dengan madrasah diniyah aliyah (tingkat SLTA). Nantinya, akan ada program ma’had aly yang levelnya sama dengan madrasah diniyah tingkat universitas.

III. TAHFIDZUL QURAN
Program tahfidzul Quran atau menghafal Al-Quran merupakan program baru. Saat ini, program ini khusus dibuka untuk santri putri. Kami sedang dalam proses menyiapkan program tersebut untuk santri putra.
Peserta program tahfidz tetap harus mengikuti program madrasah diniyah (madin), namun diberi kebebasan untuk memilih apakah akan mengikuti program pendidikan formal atau tidak.

IV. PENDIDIKAN FORMAL MTS & MA
PPA memiliki lembaga pendidikan formal tingkat SLTP dan SLTA yaitu MTs Al-Azhar Jombang dan MA Al-Azhar Jombang. Masing-masing memiliki situs resmi di alamat berikut:. Silahkan kunjungi kedua alamat tersebut untuk info lebih detail.

V. MEMBACA AL-QURAN TARTIL
Kemampuan membaca Al-Quran bit-tartil dengan baik dan benar menurut standar yang diakui adalah sangat penting. Untuk melatih dan meningkatkan kemampuan ini, santri dilatih setiap hari setelah salat maghrib berjamaah. Untuk meningkatkan kemampuan muallim (tenaga pengajar), PPA melatih mereka seminggu sekali dengan mendatangkan tenaga muallim lulusan PIQ (Pesantren Ilmu Al-Quran) KH. Bashori Alwi, Singosari.

VI. PROGRAM INTENSIF BAHASA ARAB
Gramatika bahasa Arab yakni ilmu nahwu dan sharaf dipelajari di madrasah diniyah sejak Ula I secara intensif. Begitu juga, kemampuan membaca kitab diasah melalui musyawarah baca kitab dan pengajian sorogan/wetonan kitab Muhadzdzab, Fathul Wahhab, Iqna’ bagi santri kelas Wustho I ke atas.
Namun, intensifikasi bahasa Arab modern tetap dirasa perlu. Karena itu, program bahasa Arab diadakan secara rutin setiap hari dengan penekanan pada muhawarah (conversation).

VII. EKSTRA KURIKULER PESANTREN
1. Musyawarah kitab Fathul Wahhab, Muhadzdzab, dan Iqna’ bagi santri kelas Wustho I ke atas madrasah diniyah (madin) (dua hari sekali).
2. Pengajian Al Quran secara tartil (setiap hari).
3. Program seni pidato/khitobah (setiap dua minggu sekali).
4. Program halaqah mentoring
5. Pidato/drama bahasa Arab (sebulan sekali)
6. Menulis di mading dan buletin SANTRI
7. Menulis setiap minggu di blog masing-masing (saat ini khusus untuk siswa madin kelas Ulya I & II).

VIII. EKSTRA KURIKULER SEKOLAH FORMAL
1. Karate
2. Olahraga meliputi futsal, volley ball, tenis meja, badminton.
3. Pramuka.
4. OSIS
5. Menulis di mading sekolah dan buletin SISWA.
CATATAN:
Seluruh kegiatan di atas harus diikuti oleh seluruh siswa dan santri. Di PPA santri harus menjadi siswa, dan siswa harus menjadi santri. Artinya, siswa sekolah formal tidak boleh hanya sekolah formal. Dia harus sekaligus jadi santri dan mengikuti seluruh program pesantren termasuk madin, pengajian pengasuh dll.

IX. BIAYA PENDAFTARAN
Pondok Pesantren Al-Azhar Putra dan Putri dikenal di Jombang Raya sebagai pesantren yang berkualitas tinggi tapi dengan biaya sangat terjangkau untuk semua kalangan. Hanya dengan Rp. 300.000 Anda dapat masuk ke Ponpes Al-Azhar. Biaya tersebut sudah termasuk Uang makan..tiga kali sehari, ..spp dan kepondokan komplit..

Al AZHAR TEMPAT ANAK BERPRESTASI….JUARA MTQ NASIONAL..

Senin, 05 Maret 2012

PROGRAM SAFARI KHOTMIL QUR'AN












ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH
MADRASAH TSANAWIYAH “AL-AZHAR
Tembelang Senden Peterongan Jombang Telp. 0321. 7424589

 

Nomor : 010/OSIS AZ/III/2012                                                                      
Lampiran          : Satu bendel
Perihal              : MOHON KESEDIAAN MENJADI TUAN RUMAH


Kepada Yang Terhormat
Bapak/Ibu : __________________________
Di_
Tempat


Asslamu’alaikum Wr. Wb.

Salam silaturrahim disampaikan semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah SWT dan sukses dalam melaksanakan aktivitas keseharian. Amin…

Selanjutnya dalam rangka Mensyaiarkan Agama Allah, kami pengurus OSIS Madrasah Tsanawiyah “Al-Azhar” Tembelang peterongan Jombang bermaksud mengadakan safari Khotmil Qur’an di Masjid, instansi, Rumah-Rumah, simpatisan dan masyarakat Umum secara bergiliran.

Maka demi terlaksananya kegiatan tersebut kami memohon dengan hormat atas kesediaan Bapak Ta’Mir Masjid  untuk berkenan menjadi Tuan Rumah pada :

Hari / Tanggal            : ……………………
Jam                           : 12.00 s/d 18.30
Tempat                      : ……………………
Acara                        : Khotmil Qur’an
                                  

Demikian permohonan ini dibuat, mendahului atas kesediaan Bapak/Ibu, kami menyampaikan banyak terima kasih semoga amal baik BapakTa’Mir  diterima oleh Allah SWT. “Jazaakumullaha Khoiron Katsiro”

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Peterongan, 6 Maret 2012


Pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)
MTs. “Al-Azhar” Periode 2011 -2012

Ketua OSIS




Tebora Erik Estrada
Sie. Keagamaan




­­­­­­­­Mazad Barokatul M
Mengetahui,
Kepala Madrasah MTs. “Al-Azhar”



Zainal Abidin, S.Pd



DISKRIPSI KEGIATAN SAFARI KHATMIL QUR’AN
ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH MTs. “AL-AZHAR”
TEMBELANG SENDEN PETERONGAN JOMBANG

A.     Nama Kegiatan
Kegiatan ini bernama “Safari Ramadlan OSIS MTs. Al-Azhar Tembelang Peterongan ”

B.     Tema Kegiatan
Kegiatan ini bernama “ Mensyiarkan Agama ALLAH. SWT dengan Alunan ayat-ayat suci Al-Qur’an”

C.     Tujuan dan Target Kegiatan
1.      Menumbuh kembangkan sikap cinta kepada Al-Quran bagi generasi muda Muslim Khususnya dan masyarakat pada umumnya.
2.      Sebagai media silaturrahim antara pengurus OSIS dan Dewan Guru dengan Simpatisan (Donatur) Khususnya serta masyarakat pada umumnya.
3.      Meningkatkan kualitas dan kuantitas bacaan Al-Qur’an Siswa MTs. Al-Azhar
4.      Terjalinnya hubungan kekeluargaan yang semakin erat antara Siswa, Guru, Simpatisan dan Masyarakat.
5.      Sebagai media dakwah untuk mengenalkan Al-Quran kepada Masyarakat.

D.    Bentuk Kegiatan
1.      Khataman Al-Qur’an.
2.      Shalat Magrib Berjamaah
3.      Dll.

E.     Waktu dan Tempat Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan insya Allah pada :
Waktu           : Disesuaikan Dengan Tuan Rumah yang akan ditempati.
Jam               : 12 s/d Selesai
Tempat          : Masjid, Instansi atau Kediaman Simpatisan
Catatan         : Adapun jam dan tempat pelaksanaan kegiatan sesuai dengan permintaan Tuan Rumah dengan mengisi tanggal dan hari yang telah disediakan.

F.      Pelaksana dan Peserta Kegiatan
Kegiatan safari Khatmil qur’an ini dilaksanakan dan diikuti oleh Warga OSIS MTs. Al-Azhar, Dewan Guru serta Tuan Rumah.

G.    Penutup
Demikian Usulan ini kami buat, semoga amal baik kita diterima oleh Allah SWT. Amin…



LAMPIRAN SURAT KESEDIAAN


Bismillahirrahmanirrahim
Kami yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama                  : ………………………………..
Jabatan                : ………………………………..
Alamat                : ………………………………..
No. Telp.            : ………………………………..

Dengan ini menyatakan kesediaan untuk menjadi Tuan Rumah Safari Khotmil Qur’an. Organisasi Sisw a Intra Sekolah MTs. Al-Azhar Tembelang Peterongan Jombang. Pada hari : ………… tanggal ……….. 2011.

Demikian surat tanda kesediaan ini kami buat, semoga kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik.

Jombang, ……. … , ………… 2012.
Tertanda,



( ……………………………. )





Bagi Yang berminat mengundang kami silakan HUB nomer kontak yang telah tersdia..











Minggu, 04 Maret 2012

Pendidikan IMpian


        BY ZAINAL ABIDIN

A.       Latar Belakang Masalah
Tak seorang pun dapat membantah bahwa pendidik berada di garda depan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Mereka telah melahirkan banyak dokter, insinyur, menteri, bahkan presiden. Tidak heran apabila pendidik dielu-elukan sebagai “Pahlawan tanpa tanda jasa”. Namun, banyak kalangan menilai, kesejahteraan guru belum sepadan dengan gelar luhur dan mulia yang disandangnya.
Zaman memang telah berubah. Pergeseran nilai menyergap di segenap lapis dan lini kehidupan masyarakat. Nilai-nilai keluhuran budi dan cerahnya akal budi (nyaris) luntur tergerus oleh derasnya arus modernisasi dan globalisasi yang cenderung memanjakan nilai konsumtivisme, materialisme, dan hedonisme. Banyak orang yang makin cuek dan masa bodoh terhadap keagungan nilai kejujuran, keuletan, atau kebersahajaan. Sukses seseorang pun semata-mata dinilai dari kemampuannya menumpuk harta, tanpa memedulikan dari mana harta itu diperoleh.[1]
Dalam kondisi zaman yang makin memberhalakan gebyar duniawi semacam itu, profesi pendidik pun makin tidak dilirik dan diminati generasi muda. Secara sosial, pamor pendidik pun semakin redup. Kalau hanya mengandalkan penghasilannya sebagai pendidik/guru, hampir mustahil seorang guru bisa hidup layak di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang kian gencar memanjakan nafsu keduniawian. Jangan heran apabila banyak guru/pendidik yang terpaksa bekerja sampingan jadi tukang ojek, penjual rokok ketengan, atau calo, sekadar untuk bisa mengikuti “ombyaking zaman”.
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan[2]
Tujuan tersebut berkeinginan menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang sempurna, bukan merupakan tugas yang gampang untuk dilakukan, atau bukan pula tugas yang harus diabaikan karena tidak mungkin. Tujuan tersebut merupakan tantangan bagi dunia pendidikan, khususnya guru yang menjadi ujung tombak, yang senantiasa bersentuhan langsung dengan peserta didik. Namun tantangan dunia pendidikan tersebut terbengkalai dalam belasan tahun, ibaratnya hanya sebatas selogan, visi dan misi yang tidak pernah tercapai, kemana arah perjalanan pun tidak begitu jelas, kebikajan selalu berganti hampir dalam setiap pergantian para birokrat di tingkat pusat. Pendidik/Guru hanya dianggap pekerja yang dituntut keikhlasannya karena tidak diimbangi dengan pasilitas yang memadai, dalam berbagai ilustrasi guru digabarkan sosok berpenampilan tidak lebih dari sederhana, kumal, miskin bahkan sering diperolokan.
Enam belas tahun berlalu baru ada pengakuan secara yuridis bahwa : Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Namun pengakuan sebagai professional belum dapat dirasakan oleh para pendidik secara menyeluruh, syarat dan ketentuan berlaku bagi guru yang ingin bersertifikat professional, karena hanya dengan cara tersebut adanya penghargaan yang formal.
Berbagai upaya dilakukan oleh para pendidik, dengan cara penyetaraan pendidikan, pendidikan dan pelatihan, bergabung dalam forum ilmiah, mengikuti seminar, kursus, dll, demi satu tujuan yaitu menjadi pendidik yang professional, yang memiliki empat kompetensi pendidik yaitu Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Paedagogik, Kompetensi Profesional dan Kompetensi Sosial. Tentunya itu menjadi langkah awal yang baik dalam dunia pendidikan, hingga akhirnya guru mampu menjadi tenaga pendidik yang professional dan ideal di era global.
Untuk itulah makalah ini kami susun sebagai bahan kajian khususnya bagi kelompok kami umumnya bagi para pembaca, sebagai guru kami harus mampu mengghadapi tantangan dunia pendidikan yang makin mengglobal.




B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang diuraikan di atas maka kami akan mengkaji hal-hal berikut :
1.      Bagaimana menjadi Pendidik Professional dan Ideal?
2.      Upaya apa yang harus dilakukan untuk menjadi Pendidik yang professional dan ideal di era global?
3.      Bagaimana Kualifikasi Kompetensi Profesional Pendidik Itu?
4.      Apa saja Tantangan Yang Di Hadapi Pendidik Ideal?

C. Tujuan Pembahasan
Dengan rumusan masalah yang ada maka kami akan mengemukakan beberapa tujuan dari makalah ini.
1.    Untuk Mendeskripsikan Pendidik Yang  Professional dan Ideal
2.    Untuk Mengetahui Upaya apa yang harus dilakukan untuk menjadi Pendidik yang professional dan ideal di era global
3.    Untuk mengetahui Bagaimana Kualifikasi Kompetensi Profesional Pendidik
4.    Untuk mengetahui Apa saja Tantangan Yang Di Hadapi Pendidik  Ideal.




BAB II
PENDIDIK
(Profil Pendidik Ideal Masa Depan: Tantangan Dan Kualifikasinya)


A.       Profil  Pendidik Professional dan Ideal
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru/pendidik diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Dari segi bahasa, pendidik adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberi kesan, bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata tersebut seperti teacher yang artinya guru atau pengajar dan tutor yang berarti guru pribadi atau guru yang mengajar di rumah.[3]
Dalam bahasa Arab dijumpai kata ustadz, mudarris, mu’allim, dan mu’addib. Kata ustadz jamaknya asatidz yang berarti teacher (guru), profesor (gelar akademik), jenjang dibidang intelektual, pelatih, dan penyair. Adapun kata mudarris berari teacher (guru), instruktur (pelatih), lecturer (dosen), Selanjutnya kata muallim yang berarti teacher (guru), trainer (pemandu), dan instructor (pelatih). Sedangkan kata mu’addib berarti educator pendidik atau teacher in Koranic School (guru dalam lembaga pendidikan Al-Qur’an).[4]
Perbedaan kata tersebut menunjukkan adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan keterampilan diberikan. Jika menyebut sekolah maka gurunya adalah teacher, jika di perguruan tinggi berari lecturer, jika di rumah disebut tutor. Sedangkan di tempat-tempat pelatihan dinamakan instruktur atau trainer dan pada lembaga agama disebut educator.
Secara terminologis pendidik adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam orang yang bertanggung jawab dalam pendidikan adalah orang tua (ayah-ibu) anak didik. Tanggung jawab tersebut sekurang-kurangnya disebabkan oleh dua hal: pertama ; karena kodrat, yakni kedua orang tua ditakdirkan bertanggung jawab mendidik anaknya. Kedua; karena kepentingan orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya adalah sukses orang tuanya juga.
Sesuai dengan UU RI No. 14 Tahun 2005 bahwa seorang pendidik dituntut untuk memiliki Kompetensi, maksudnya adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Dalam kompetensi pedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.[5]
Kompetensi tersebut memegang peranan penting dalam pembentukan seorang guru professional dan ideal yang menjadi tuntutan pada saat ini untuk mengimbangi perubahan jaman yang semakin modern.
Guru Profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya. Yaitu bahwa dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk/dalam belajar. guru dituntut untuk mencari tahu terus-menerus bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Maka apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar bersama dengan peserta didik; bukan mendiamkannya atau malahan menyalahkannya.
Guru memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam upaya membentuk watak bangsa dan mengembangkan potensi siswa dalam kerangka pembangunan pendidikan di Indonesia. Tampaknya kehadiran guru hingga saat ini bahkan sampai akhir hayat nanti tidak akan pernah dapat digantikan oleh yang lain, terlebih pada masyarakat Indonesia yang multikultural dan multibudaya, kehadiran teknologi tidak dapat menggantikan tugas-tugas guru yang cukup kompleks dan unik.
Oleh sebab itu, diperlukan guru yang memiliki kemampuan yang potensial untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan diharapkan secara berkesinambungan mereka dapat meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, maupun professional.
Guru Ideal menurut Prof Herawati Susilo MSc PhD, pakar pendidikan Universitas Negeri Malang, ada enam kriteria guru ideal yaitu: Belajar sepanjang hayat, literat sains dan teknologi, menguasai bahasa inggris dengan baik, terampil melaksanakan penelitian tindakan kelas, rajin menghasilkan karya tulis ilmiah, dan mampu membelajarkan peserta didik berdasarkan filosofi konstruktivisme dengan pendekatan kontekstual.[6]
Berdasarkan penjelasan di atas, kriteria guru ideal yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia era global yaitu:
Pertama, guru ideal adalah guru yang dapat membagi waktu dengan baik. Dapat membagi waktu antara tugas utama sebagai guru dan tugas dalam keluarga, serta dalam masyarakat dengan salah satu cara yaitu mengurangi waktu untuk istirahatnya.
Kedua, guru ideal adalah guru yang rajin membaca. Membaca tidak terikat waktu, ruang dan tempat. Tidak terikat waktu karena membaca dapat dilakukan kapan saja, bergantung keinginan dan waktu luang. Tidak terikat ruang karena membaca dapat dilakukan di ruang apapun, tidak perlu ruang khusus sepanjang tidak terganggu atau mengganggu pihak lain. Tidak terikat tempat karena membaca dapat dilakukan di tempat umum. Apakah guru memiliki budaya membaca? Berapa persen guru yang membaca kebijakan-kebijakan pemerintah yang tertuang dalam undang-undang maupun peraturan menteri yang terkait dengan profesi guru dalam dunia pendidikan? Apabila guru membaca hal tersebut di atas, maka mungkin tidak akan pernah dijumpai guru yang tidak lulus dalam mengikuti sertifikasi guru.
Guru selalu menuding bahwa minat peserta didik untuk belajar (membaca) sangat rendah. Bagaimana dengan minat membaca guru? Mungkin kita perlu memanfaatkan waktu untuk membaca saat antri pengambilan gaji di bank, di loket pembayaran listrik, rekening telepon, atau loket pembayaran rekening air. Bahkan memanfaatkan waktu untuk membaca saat di perjalanan dengan kendaraan umum.
Ketiga, Guru ideal adalah guru yang banyak menulis. Menulis juga tidak terikat ruang, waktu dan tempat. Pernahkah guru memanfaatkan waktu untuk menulis dalam jurnal mengajarnya di sela-sela kegiatan mengajar, sehingga yang dihadapi pada hari itu dapat menjadi sebuah rancangan penelitian atau bahkan sebuah artikel? Karena dengan menulis kita akan berada di mana-mana, karya tulis kita akan di baca oleh banyak orang dan dapat juga dimanfaatkan oleh orang lain sebagai sumber bacaan.
Keempat, Guru ideal adalah guru yang gemar melakukan penelitian. Cikal penelitian adalah adanya masalah. Seorang peneliti tidak akan percaya masalah dapat diselesaikan tanpa penelitian. Seorang guru akan selalu gelisah dengan prestasi dan proses belajar peserta didiknya sehingga guru akan terus memiliki budaya meneliti. Keempat kriteria sebagai tertulis di atas merupakan hal yang diperlukan bila seorang guru dapat dikategorikan sebagai guru ideal.[7]
Jadi, ciri-ciri pendidik ideal itu setidaknya antara lain:  
a)         Serius tapi santai
b)        Suka senyum
c)         Ramah
d)        Bisa diajak bercanda tapi tidak berlebihan
e)         Bisa diajak bercanda tapi tidak berlebihan
f)          Bijaksana
g)         Punya cara mengajar yg unik / metode baru
h)         Punya cara mengajar yg unik / metode baru
i)           Mampu membuat anak didiknya menyukai pelajaran yang mereka anggap sulit.[8]
Dalam menjalankan tugas sebagai seorang professional guru diharapkan menjadi sosok yang konsisten terhadap tugas yang diembannya. Mampu menghargai waktu dalam melaksanakan tugasnya, mampu membedakan mana tugas dan kepentingan pribadi, mampu menempatkan diri sesuai dengan tugas dan jabatannya. Menjaga kode etik pendidik, serta mampu melaksanakan empat kompetensi yaitu Kompetensi Keperibadian, Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Profesional dan Kompetensi Sosial.
Di lingkungan pendidikan khususnya disekolah konsistensi seorang guru sangat dominan dalam mewarnai karakter dan prilaku siswa, guru harus menjadi tauladan bagi siswa-siswanya. Kejujuran menjadi pelajaran yang tidak perlu penjelasan. Sejarah masa lampau tentang sikap dan prilaku telah membuktikannya bahwa pelajaran yang paling berharga adalah suri tauladan sebagai mana yang dicontohkan para Nabi, Rosul, Sufi, atau Para Wali dan Ulama. Pendidikan sangat erat sekali dengan hal itu, kecanggihan dan modernisasi teknologi tidaklah berarti apabila proses pendidikan itu tidak berhasil sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional. Namun apabila mampu melakukan itu berarti guru sudah mampu menjadi seorang pendidik professional yang konsisten.
Ukuran ideal seorang guru sangat tergantung pada kemampuan dan pengalaman intelektulitasnya. Guru harus memiliki “skill labour” yaitu tenaga terdidik atau terlatih dengan kebiasaan-kebiasaan baik, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan subjek didik. Guru merupakan figur dalam penyuksesan pendidikan bagi anak didik. Tidak cukup hanya saja, bahkan guru dituntut harus memiliki akhlak yang baik seperti diajarkan oleh Rasulullah saw.[9]
Muhammad ‘Abd al-Qadir Ahmad menuturkan bahwa Rasul sosok sang pendidik, para sahabat sebagai subjek didik kala itu menangkap teladan yang luhur pada dirinya, berakhlak baik, memiliki ilmu dan memiliki keutamaan dalam semua gerak-geriknya.
Jika seorang pendidik mempunyai karakter seperti di atas, akan disenangi oleh peserta didik, dengan sendirinya akan disenangi ilmu yang diajarkannya. Muhammad ‘Abd al-Qadir mengatakan, “Banyak siswa yang membenci suatu ilmu atau materi pelajaran karena watak guru yang keras, akhlak guru yang kasar dan cara mengajar guru yang sulit. Di pihak lain, banyak pula siswa yang menyukai dan tertarik untuk mempelajari suatu ilmu atau mata pelajaran, karena cara perlakuan yang baik, kelembutan dan keteladanannya yang indah.”
Tugas ini merupakan suatu pekerjaan yang berat dan sulit dicapai oleh seseorang, apabila ia tidak mempunyai karakter pendidik. Seorang pendidik mempunyai sifat-sifat terpuji dan mampu menyesuaikan diri baik dengan peserta didik maupun dengan masyarakat. Sikap seperti inilah barangkali yang diketengahkan al-Quran dengan ungkapan Ulul al-Bab. [10]



B.       Upaya yang harus di lakukan untuk Menjadi Pendidik yang Professional dan Ideal.
Globalisasi merambat pasti dalam beragam aspek kehidupan manusia. Dunia pendidikan pun tak luput dari pengaruhnya. Bidang ini sudah pasti harus melihat kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat dan tuntutan di masyarakat pun kian meningkat. Sebagai institusi pembelajaran, dunia pendidikan dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia yang handal serta mampu menjawab berbagai tantangan baru di masyarakat dan peradaban manusia yang mendunia.[11]
Di era global, penidikan sudah tidak bisa dibatasi oleh ruang bahkan tempat di mana keberadaan peserta didik. Kebiasan mengajar guru dan siswa yang terlibat proses pembelajaran yang tadinya hanya sebatas di dalam kelas tetapi saat ini guru harus mampu menciptakan pembelajaran kontektual di mana lingkungan dan dunia nyata menjadi sarana pembelajaran.
Lebih dari itu guru harus mampu memandang bahwa dunia adalah bagian dari sebuah pembelajaran yang harus diketahui, dikuasi dan jadikan bahan ajar para peserta didiknya. Dengan berbagai pasilitas yang tersedia berupa kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi jarak dan waktu sudah tidak menjadi kendala untuk mengetahui sesuatu. Melalui pasilitas internet belahan dunia manapun bisa dicari dan diketahui dalam hitungan menit bahkan detik, kita bisa menghadirkan gambaran tentang sesuatu di alam nyata pada layar kaca atau LCD monitor komputer dengan jelas.
Cara pandang ini berlaku untuk guru semua jenjang pendidikan, guru sekolah dasar dan menengah sudah tidak harus dibedakan lagi, karena dituntut punya kompetensi yang sama walaupun ada beban yang berbeda. Apakah ada kendala untuk melakukan itu semua? Apakah perangkat teknologi canggih susah untuk dikuasai atau sekedar dioprasikan? Atau mungkin harga yang tidak bisa dijangkau semua kalangan, khususnya guru?
Saat ini kesulitan pilihan hidup menjadi pendidik lebih berat dari masa sebelumnya. Di luar tantangan masalah ekonomi dan gaya hidup materialistis, hanya seorang guru yang mempertahankan idealisme memfasilitasi anak didiknya menumbuh kembangkan jati diri yang berkarakter yang bisa mempertahankan kehormatan sebagai pendidik. Artinya ideal seorang guru harus memberikan dirinya secara total bagi dunia pendidikan, sebuah keadaan yang berat di tengah semua persoalan hidup yang harus dihadapi seorang guru. Maka perlu ada strategi untuk menyiasati beban-beban struktural-administratif kependidikan agar tidak menjerat guru ke dalam perangkap yang melelahkan sehingga mereka melepaskan idealisme dan semangat yang dibutuhkan. Strategi ini antara lain adalah menciptakan kondisi yang memacu untuk terus-menerus belajar.
Guru yang berkualitas selalu mengembangkan profesionalismenya secara penuh. Dia tak akan merengek-rengek meminta diangkat sebagai pegawai negeri atau guru tetap sebab pekerjaannya telah membuktikan, kinerjanya layak dihargai. Mungkin ini salah satu alternatif yang bisa dilakukan guru untuk mengembangkan dan mempertahankan idealismenya pada masa sulit. Namun, idealisme ini akan kian tumbuh jika ada kebijakan politik pendidikan yang mengayomi, melindungi, dan menghargai profesi guru. Pemerintah sudah seharusnya menggagas peraturan perundang-undangan yang melindungi profesi guru, tidak peduli apakah itu guru negeri atau swasta, dengan memberi jaminan minimal yang diperlukan agar kesejahteraan dan martabat guru terjaga.[12]
Sepuluh tahun yang lalu sebuah handphone adalah sebuah alat komunikasi yang canggih dianggap susah untuk dipergunakan, harga dianggap mahal karena tidak semua kalangan mampu untuk menjangkaunya. Tetapi sekarang handphone tidak lagi menjadi sesuatu yang dianggap susah dioprasikan semua kalangan bisa untuk memilikinya, anak-anak sampai manula bisa untuk mengoprasikannnya. Ini sebuah gambaran bahwa ketertarikan dan keinginan yang serius untuk mengetahui, memiliki sesuatu akan mengalahkan kecanggihan dan mahalnya harga.
Dengan demikian guru yang professional diharapkan mampu berpikir secara global dengan tidak menghilangan esensi lokalnya. Visi guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter.  Menjadi pelaku perubahan, perubahan itu harus tampil pertama-tama dalam diri guru.  Hal inilah yang menjadi pemikiran dan strategi utama bagi para guru agar mampu menjadi pelaku perubahan dan pendidik karakter yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita dewasa ini.
Di zaman persaingan ketat seperti sekarang, kinerja menjadi satu-satunya cara untuk mengukur mutu seorang guru. Karena itu, status pegawai negeri, swasta, tetap, atau honorer tidak terlalu relevan dikaitkan gagasan tentang profesionalisme kinerja seorang guru. Di banyak tempat lembaga swasta yang besar dan maju, status pegawai tetap malah membuat lembaga pendidikan swasta tidak mampu mengembangkan gurunya secara profesional sebab mereka telah merasa mapan. Demikian juga yang menjadi pegawai negeri, banyak yang telah merasa nyaman sehingga lalai mengembangkan dirinya.  Oleh karena itu guru harus kembali pada jati dirinya yaitu memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu ramah, terbuka, akrab, mau mengerti, dan mau belajar terus-menerus agar semakin menunjukkan jati diri keguruannya.
Situasi ini tidak dapat diatasi dengan mengangkat seluruh guru honorer menjadi pegawai negeri, seperti tuntutan beberapa kelompok guru honorer maupun mengangkat guru tidak tetap menjadi guru tetap yayasan.
Masalah ini hanya bisa diatasi jika pemerintah dan masyarakat memberi prioritas untuk menjaga, melindungi, dan menghormati profesi guru. Secara khusus, pemerintah harus memberi jaminan finansial secara minimal kepada tiap guru agar mereka dapat hidup layak dan bermartabat sebagai guru. Jaminan seperti ini hanya bisa muncul jika ada perlindungan hukum berupa peraturan perundang-undangan yang benar-benar memihak dan berpihak kepada guru.
Sejauh ini, pemerintah hanya mampu menuntut guru untuk ikut sertifikasi, tetapi ia gagal memberi penghargaan dan perlindungan atas profesi guru (ada ketidakseimbangan kuota guru negeri dan swasta, sedangkan swasta dibatasi kesejahterannya dengan aturan alokasi jam mengajar dan status kepegawaian). Pemerintah memiliki tugas mulia dalam menyejahterakan nasib guru. Negara mampu melakukan itu jika ada keinginan politik yang kuat. Kewangan sosial dan politik pada masa depan akan lebih ringan jika pemerintah mampu memberi perlindungan dan kemartabatan profesi guru, terutama memberi jaminan ekonomi minimal agar para guru dapat hidup bermartabat, sehingga mereka dapat memberi pelayanan bermutu bagi masyarakat dan negara.
Sekarang kembali kepada guru itu sendiri bagaimana cara menyikapi diri sebagai pendidik yang profesional, untuk itu guru wajib terus mengembangkan diri di era globalisasi ini, kalau tidak terus mengembangkan diri, guru bisa tertinggal dari siswanya, meskipun belum terima sertifikat profesional apalagi sudah terima sertifikat profesional dan TPP sudah diterima.  Tidak ada alasan untuk tidak sempat tapi harus melakukan sesuatu yang sudah menjadi tuntutan bahwa pengetahuan guru harus selalu terasah dan up to date.
C.       Kualifikasi Kompetensi Profesional Pendidik
Guru/ pendidik termasuk salah satu tenaga yang profesional yang memiliki beberapa tugas tertentu. Dalam UU RI no. 2 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas 1) merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran; 2) menilai hasil pembelajaran; 3) melaksanakan pembimbingan dan pelatihan; 4) serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Kelihatannya tugas guru sederhana, tapi sejatinya cukup berat untuk dilaksanakan oleh sebagian guru.[13]
Masalah yang umum muncul sekarang adalah kelemahan utama yang ada pada guru yang berupa kurangnya di bidang pengembangan profesi Bagi guru yang telah memenuhi kualifikasi akademik saja masih banyak kesulitan atau kekurangan kemampuan dalam pengembangan profesi akademiknya maupun pengembangan profesiny, seperti keikut-sertaan lomba akademik, penyusunan buku, penulisan artikel di media cetak, dan sepeti penelitian dan pengabdian masyarakat.. Hal itu (mungkin saja) disebabkan karena kesualitan dan kemalasan pada diri pribadi guru, sikap egoisme yang berlebihan, tidak mau bertanya dan belajar. Kendala lainya karena kurang minatnya memebaca dan menulis, serta lainnya yang intinya minimnya motivasi untuk menciptakan karya ilmiah yang dapat menunjang profesi guru.
Pendidik profesional dituntut sedikitnya memiliki tiga kecakapan yaitu pertama, kompetensi kognitif, yang meliputi pengetahuan kependidikan dan pengetahuan mata pelajaran yang akan diajarkan guru. Kedua, kompetensi afektif yang meliputi perasaan dan emosi, yakni sikap dan perasaan diri yang berkaitan dengan profesi keguruan. Dan ketiga, kompetensi psikomotor, yang meliputi ketrampilan/kecakapan yang bersifat jasmaniah, yang pelaksaannya berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar. Untuk diakuti sebagai bagian dari kompetensi profesional guru, ketrampilan (atau kompetensi-kompetensi) itu harus dapat dipraktekkan berulang-ulang walau bentuknya tidak sama persis tetapi sesering mungkin bukan hanya kebetulan terjadi satu kali.[14]
Pada bagian lain, sebagai sebuah profesi, sudah sewajarnya guru diperlakukan secara profesional sesuai dengan hak-hak profesionalnya, termasuk kesejahteraan. Namun demikian, guru juga harus menepati kewajiban-kewajiban secara baik, penuh tanggung jawan dan profesional. Guru juga sebagai pemimpin (manajerial) yang memimpin, mengendalikan diri, upaya mengarahkan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program yang dilakukan. Di sini guru dituntut untuk dapat mengatur dan mengelola situasi dan kondisi siswa (di kelas dan di sekolah) sedemikian rupa agar proses belajar balajar berjalan dengan mulus, menyenangkan sehingga pemindahan materi ilmu pengetahuan dapat ditrima dengan baik oleh peserta didik.
Ada dua bentuk strategi keteladanan pada pendidik, yaitu pertama, yang disengaja dan dipolakan sehingga sasaran dan perubahan perilaku dan pemikiran anak sudah direncanakan dan ditargetkan, yaitu seorang guru sengaja memberi contoh yang baik kepada muridnya supaya dapat menirunya. Kedua, yang tidak disengaja, dalam hal ini guru/pendidik terampil sebagai figur yang dapat memberikan contoh yang dalam kehidupan sehari-hari. Namun, pada umumnya, guru (dosen dan para ahli pendidikan) di negeri ini mengajarkan kehidupan pragmatis dan konsumtif, maka hasilnya kita menjadi orang yang sangat mengagungkan semua penyelesaian semua masalah ini dengan cara pragmatis, insant, tidak mau bersusah payah, tidak mau antri, tidak mau sesuai prosedur, bahkan beberapa hal kita sudah tidak peduli lagi dengan proses. Contohnya, Guru menyuguhkan soal dengan format mutiple choice (pilihan ganda) dengan alasan mudah mengoreksinya.
Oleh sebab itu, guru yang teladan harus profesional dalam menjalankan segala tugasnya (utamanya) sebagai pendidik, tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dan tentunya memiliki setidaknya empat kompetensi, yakni kompentesi pedagogik, kompetensi akademik, kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian. Dengan kompetensi pedadagoik, memungkinkan guru dapat menggunakan metode mangajar dan mendidik dengan benar. Kompetensi akademik yang menggambarkan seseorang memiliki kemampuan beripikir secara ilmiah. Sedangkan dengan adanya kompetensi sosial dan kepribadian, diharapkan guru memiliki jiwa sosial, peduli yang tinggi terhadap masyarkat dan juga memiliki karakter dan moral yang mulia.[15]
Syarat kepemilikan empat kompetensi di atas, bukanlah persoalan mudah manakala dimaknai tidak sekadar berdimensi teoretis, tetapi lebih pada dimensi praktis. Kompetensi pedagogik mengharuskan guru memiliki jiwa pendidik yang mendarah daging. Artinya, nilai-nilai pendidikan tidak sekadar dihafal secara teoretis, tetapi telah menjadi bagian dari perilaku dirinya. Begitu pula dengan kompetensi kepribadian, mengisyaratkan adanya kepemilikan pribadi yang paripurna (insan kamil). Dengan demikian, diharapkan pribadi guru menjadi personifikasi nilai-nilai, bukan sekadar kamuflase, sehingga menjadi contoh nyata yang dapat diteladani siswa.
Kompetensi sosial tentu bermakna lebih luas lagi. Guru dituntut mampu berperan maksimal dan ideal dalam berbagai tatanan pergaulan dengan berbagai kalangan dan variasi pandangan. Kompetensi profesional mengarah pada bidang profesi sehingga relatif mudah mengukurnya mengingat indikatornya relatif jelas, yakni diukur dari kadar kemampuan menyangkut bidang profesinya. Misalnya, guru Bahasa Inggris harus mampu membuat desain pembelajaran bahasa Inggris, mengajarkannya, mengadakan pengamatan proses, dan mengevaluasinya.

D.      Tantangan Yang Di Hadapi Pendidik Ideal
Menurut Ruslan, ada tiga jenis tantangan utama yang harus dihadapi dan harus mampu diatasi sosok seorang pendidik dalam melaksanakan tugas kependidikannya, yakni: tantangan umum, tantangan sosial ekonomi dan tantangan profesi di lembaga pendidikan dalam menghidupi diri dan keluarganya. Untuk mengatasi ketiga tantangan tersebut tidaklah bijak jika seluruh upaya dibebankan hanya di atas pundak pendidik saja, tetapi wajib melibatkan partisipasi penuh dari pihak pemerintah, orang tua peserta didik dan masyarakat pada umumnya. Ketidakmampuan sosok seorang pendidik dalam mengatasi ketiga jenis tantangan tersebut akan mengakibatkan rendahnya kualitas lulusan dan kualitas pendidikan pada umumnya, serta menurunnya nilai-nilai peradaban bangsa di masa depan.[16]
Memang, dalam masalah ekonomi, seorang pendidik juga membutuhkan pemenuhan kesejahteraan agar ia tidak kesulitan untuk membentuk kualitasnya sebagai seorang pengajar. Bagaimana mungkin seorang guru akan membaca buku-buku dan belajar giat untuk menambah stock of knowledge jika untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja tidak cukup. Padahal, apabila seorang pendidik mengetahui sejumlah ilmu pengetahuan yang luas, maka guru seharusnya bisa menjadi teladan bagi peserta didik, karena pada dasarnya pendidik adalah representasi dari sekelompok orang pada suatu komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat digugu dan ditiru, diikuti dan dicontoh.
Oleh karena itu, agar proses pembelajaran berhasil dan mutu pendidikan meningkatkan, maka diperlukan guru yang memahami dan menghayati profesinya, dan tentunya guru yang memiliki wawasan pengetahuan dan keterampilan sehingga membuat proses pembelajaran aktif, pendidik mampu menciptakan suasana pembelajaran inovatif, kreatif, dan menyenangkan. Untuk menjadi pendidik profesional juga memerlukan pendidikan dan pelatihan serta pendidikan khusus.
Motivasi lain yang mendorong perlunya dilakukan berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan, karena informasi diperoleh bahwa masih banyak daerah-daerah yang belum menjadikan pendidikan dan pelatihan terhadap guru sebagai sesuatu kebutuhan mendasar. Bahkan masih ada kita mendengar guru-guru yang belum pernah sekalipun mengikuti pendidikan dan pelatihan terutama guru-guru yang bertugas di daerah marjinal atau terpencil. Banyak guru bantu dan sukarela mengabdi di sekolah dengan honor yang sangat tidak mencukupi, bahkan ada yang tidak mendapat gaji /tunjangan apapun. Karena sangat terbatasnya fasilitas-fasilitas belajar mengajar di pelosok desa, tentu saja mempengaruhi terhambatnnya pengembangan kompetensi profesional pada guru. Akan tetapi terlepas dari segala kekurangan yang ada, pengorbanan para guru di pedalaman ini pantas mendapat penghargaan khusus dari berbagai pihak.
             Pesatnya perkembangan ekonomi dan sosial ke depan tentu menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga pendidikan dan guru. pendidik masa datang, menurut salah satu laporan OECD-UNESCO, harus memiliki kompetensi yang lebih profesional ketimbang eksistensi mereka saat ini. Tantangan ini jelas merupakan kenyataan yang tidak mudah bagi dunia pendidikan Indonesia, mengingat begitu banyaknya problematika guru dari mulai tingkat kesejahteraannya, kompetensi, profesionalitas, dan visi yang harus mereka tuju.
Pemberian sertifikasi profesional pendidik merupakan langkah nyata pemerintah dalam menghargai sebuah pekerjaan mulia. Tetapi dengan penghargaan itu pendidik dihadapkan dengan tugas dan kewajiban yang semakin berat. Tentu cara pandang manusia bisa berbeda, dalam hal ini gurupun tidak semua mempunyai pandangan yang sama walaupun memandang obyek yang sama. Apabila pandangan itu melihat dari sudut yang positif maka apapun tugas dan kewajiban yang diberikan sejauh itu dilandasi dengan aturan yang jelas itu merupakan suatu tantangan yang mesti dihadapi dan diselesaikan.
Cukup mahal pemerintah memberikan finansial kepada seorang pendidik professional, maka pendidik diharapkan mampu untuk menghadapi tantangan baru khususnya menyangkut perkembangan teknologi dan informasi yang senatiasa merambat pasti pada area dunia pendidikan.
Tantangan profesionalisme pendidik pada saat ini adalah revolusi teknologi informasi yang harus mampu dipecahkan secara mendesak. Adanya perkembangan teknologi informasi yang demikian akan mengubah pola hubungan guru-murid, teknologi instruksional dan sistem pendidikan secara keseluruhan. Kemampuan guru dituntut untuk menyesuaikan hal demikian itu. Adanya revolusi informasi harus dapat dimanfaatkan oleh bidang pendidikan sebagai alat mencapai tujuannya dan bukan sebaliknya justru menjadi penghambat. Untuk itu, perlu didukung oleh suatu kehendak dan etika yang dilandasi oleh ilmu pendidikan dengan dukungan berbagai pengalaman para praktisi pendidikan di lapangan. [17]
Perkembangan teknologi (terutama teknologi informasi) menyebabkan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai bergeser. Sekolah tidak lagi akan menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru juga tidak akan menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan sumber informasi yang mampu menfasilitasi seseorang untuk belajar.


BAB III
KESIMPULAN

Pendidik,  memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam upaya membentuk watak bangsa dan mengembangkan potensi siswa dalam kerangka pembangunan pendidikan di Indonesia. Tampaknya kehadiran guru hingga saat ini bahkan sampai akhir hayat nanti tidak akan pernah dapat digantikan oleh yang lain, terlebih pada masyarakat Indonesia yang multikultural dan multibudaya, kehadiran teknologi tidak dapat menggantikan tugas-tugas guru yang cukup kompleks dan unik.
Oleh sebab itu, diperlukan pendidik yang memiliki kemampuan yang potensial untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan diharapkan secara berkesinambungan mereka dapat meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, maupun professional
Pendidik yang berkualitas selalu mengembangkan profesionalismenya secara penuh. Dia tak akan merengek-rengek meminta diangkat sebagai pegawai negeri atau guru tetap sebab pekerjaannya telah membuktikan, kinerjanya layak dihargai. Mungkin ini salah satu alternatif yang bisa dilakukan guru untuk mengembangkan dan mempertahankan idealismenya pada masa sulit. Namun, idealisme ini akan kian tumbuh jika ada kebijakan politik pendidikan yang mengayomi, melindungi, dan menghargai profesi pendidik. Pemerintah sudah seharusnya menggagas peraturan perundang-undangan yang melindungi profesi guru, tidak peduli apakah itu guru negeri atau swasta, dengan memberi jaminan minimal yang diperlukan agar kesejahteraan dan martabat guru terjaga.
Ada tiga jenis tantangan utama yang harus dihadapi dan harus mampu diatasi sosok seorang pendidik dalam melaksanakan tugas kependidikannya, yakni: tantangan umum, tantangan sosial ekonomi dan tantangan profesi di lembaga pendidikan dalam menghidupi diri dan keluarganya. Untuk mengatasi ketiga tantangan tersebut tidaklah bijak jika seluruh upaya dibebankan hanya di atas pundak pendidik saja, tetapi wajib melibatkan partisipasi penuh dari pihak pemerintah, orang tua peserta didik dan masyarakat pada umumnya. Ketidakmampuan sosok seorang pendidik dalam mengatasi ketiga jenis tantangan tersebut akan mengakibatkan rendahnya kualitas lulusan dan kualitas pendidikan pada umumnya, serta menurunnya nilai-nilai peradaban bangsa di masa depan.
Tantangan profesionalisme guru pada saat ini adalah revolusi teknologi informasi yang harus mampu dipecahkan secara mendesak. Adanya perkembangan teknologi informasi yang demikian akan mengubah pola hubungan guru-murid, teknologi instruksional dan sistem pendidikan secara keseluruhan. Kemampuan guru dituntut untuk menyesuaikan hal demikian itu. Adanya revolusi informasi harus dapat dimanfaatkan oleh bidang pendidikan sebagai alat mencapai tujuannya dan bukan sebaliknya justru menjadi penghambat. Untuk itu, perlu didukung oleh suatu kehendak dan etika yang dilandasi oleh ilmu pendidikan dengan dukungan berbagai pengalaman para praktisi pendidikan di lapangan.









[1] Hasan Langgulung. Manusia dan Pendidikan; Suatu analisa Psikologi dan Pendidikan,( Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995), hlm. 78
[2] Undang-Undang  SISDIKNAS No. 2 Tahun 1989 pasal 4.
[3] http://sdnpinayungan8.blogspot.com/2009/08/tantangan-guru-profesional-dan-ideal-di.html
[4] Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992). Hlm. 120
[5] Undang-Undang RI  No. 14 Tahun  2005.
[6] http://www.koranpendidikan.com/artikel/805/menelusuri-kriteria-guru-ideal-abad-21.html

[7] Ibid.
[8] M. Arifin. Filsafat Pendidikan Islam.  (Jakarta: Bumi Aksara, 1987), hlm. 127.
[9] Azyumardi Azra. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, cet. 1,  (Jakarta: Logos, 1998). Hlm. 98
[10] Ibid, hlm. 105
[11] http://sdnpinayungan8.blogspot.com/2009/08/tantangan-guru-profesional-dan-ideal-di.html
[12] Ibid.
[13] Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2003 Tentang  SISDIKNAS, (Bandung: Citra Umbara, 2003), hlm. 27
[14] M. Arifin, Opcit, hlm. 130.
[15] http://sdnpinayungan8.blogspot.com/2009/08/tantangan-guru-profesional-dan-ideal-di.html
[16] http://www.koranpendidikan.com/artikel/805/menelusuri-kriteria-guru-ideal-abad-21.html.

[17] Ibid.